CHARAL NEWS.COM, | DENPASAR, – SERANGAN, -Pulau Serangan terkenal sebagai salah satu wilayah konservasi Penyu di Indonesia.
Mengingat, Penyu disebut sebagai hewan yang dilindungi oleh Hukum Internasional maupun Hukum Nasional Indonesia.
Bahkan, Penyu termasuk daftar hewan yang sangat dilindungi dan tidak boleh diburu, ditangkap atau dibunuh, kecuali untuk tujuan konservasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Tak hanya itu, Penyu juga tercantum dalam Konvensi CITES atau Konvensi tentang Tindakan Pencegahan Ekspor, Impor dan Perdagangan Ilegal Satwa Liar yang menetapkan larangan ekspor, impor dan perdagangan satwa liar, termasuk Penyu.
Hal tersebut dibenarkan oleh Wayan Patut sebagai aktivis lingkungan, yang juga Nelayan Pesisir di Desa Adat Serangan, Denpasar, saat dikonfirmasi awak media di Desa Adat Serangan, Denpasar, Kamis, 12 Juni 2025.
Diceritakan, bahwa sejak dulu Wayan Patut bersama rekan-rekannya sebagai warga Desa Adat Serangan menyaksikan penyu lekang mulai menjalankan aktivitas bertelur di Pantai Serangan pada malam hari, Minggu, 8 Juni 2025.
“Kami bersama pak Made Suarsa dan pak Made Ledra menyaksikan proses penyu bertelur. Mudah-mudahan telurnya segera keluar dan kita amankan. Semoga nanti berproses hidup dengan baik,” kata Wayan Patut.
Usai bertelur, lanjutnya penyu menutupi telurnya dengan pasir dengan mengibaskan badannya supaya kondisinya padat.
Selanjutnya, penyu lekang meninggalkan daratan menuju laut lepas.
“Kami saksikan hampir 3 jam dimulai pukul 20.00 WITA sampai pukul 23.00 WITA. Semoga nanti telurnya bisa menetas dan berkembang di Pulau Serangan,” terangnya.
Diharapkan, penyu tetap selamat untuk kembali lagi bertelur di Pantai Serangan.
“Semoga penyu selamat sampai tujuan dan selalu dilindungi penyu lekang ke laut lepas,” harapnya.
Untuk itu, pihaknya tetap menolak keras dibangun Floating Storage Regasification (FSRU) Liquefield Natural Gas (LNG), karena aktivitas FSRU LNG bakal berpengaruh besar terhadap keberlangsungan populasi Penyu di Pantai Serangan.
Hal tersebut dikarenakan,
insfratruktur pelabuhan FSRU LNG akan mengakibatkan perubahan arus yang tidak hanya mengancam populasi Penyu, tapi juga Lamun sebagai sumber pakan Penyu jumlahnya bakal merosot tajam.
“Itu akan terjadi pengerukan 3,3 juta M3 sedimen yang diperkirakan dapat meningkatkan TSS hingga 120 mg/L mengancam terumbu karang yang sudah mengalami kerusakan berat, tutupan 12 persen. Bahkan, Lamun sebagai sumber pakan Penyu juga jumlahnya merosot tajam, karena adanya perubahan arus akibat aktivitas FSRU LNG. Jadi, kami tolak keras dibangun FSRU LNG karena merusak lingkungan,” tegasnya. (Echa)